ORANG UTAN (Pongo pygmaeus)

ORANG UTAN (Pongo pygmaeus)

ORANG UTAN (Pongo pygmaeus)

Orangutan Kalimantan/Borneo (Pongo pygmaeus) temasuk kedalam famili Hominidae dengan penyebaran di Kalimantan (Indonesia), Sabah dan Serawak (Malaysia). Orangutan kalimantan adalah salah satu dari 44 satwa endemik Indonesia yang ada di Kalimantan (Santosa, 2008).  Orangutan Kalimantan terbagi dalam tiga sub-jenis berdasarkan variasi morfologi dan genetik yaitu: Pongo pygmaeus pygmaeus (dibagian barat laut Kalmantan dan Sabah), Pongo pygmaeus wurmbii (di bagian barat daya Kalimantan), dan Pongo pygmaeus morio (dibagian timur Kalimantan dan Sabah) (Warren dkk. 2001).

Morfologi dan Tingkah Laku
Dilihat dari morfologi, Orangutan Kalimantan memiliki warna rambut yang lebih gelap dan tubuh yang lebih besar dibanding Orangutan Sumatera. Tingkah laku Orangutan Kalimantan di alam yaitu bergerak lebih lambat dan sering melakukan aktifitas turun dari pohon dan menginjak tanah. Orangutan Borneo adalah bagian dari keluarga besar kera dan merupakan mamalia arboreal terbesar. Satwa ini memiliki rambut panjang dan kusut berwarna merah gelap kecoklatan, dengan warna pada bagian wajah mulai dari merah muda, merah, hingga hitam. Berat orangutan Borneo jantan dewasa bisa mencapai 50 hingga 90 kg dan tinggi badan 1,25 hingga 1,5 m. Sementara betina dewasa memiliki berat 30 – 50 kg dan tinggi 1 m. Bagian tubuh seperti lengan yang panjang tidak hanya berfungsi untuk meraih makanan seperti buah-buahan, tetapi juga untuk berayun dari satu pohon ke pohon lainnya, menggunakan jangkauan dan kaki untuk pegangan yang kuat. Pelipis seperti bantal yang dimiliki oleh orangutan Borneo jantan dewasa membuat wajah satwa ini terlihat lebih besar. Akan tetapi, tidak semua orangutan Borneo jantan dewasa memiliki pelipis seperti bantal. Jakun yang dimiliki dapat digelembungkan untuk menghasilkan suara keras, yang digunakan untuk memanggil dan memberitahu keberadaan mereka.

Persebaran dan Status Konservasi
Orangutan merupakan satu-satunya kera besar yang hidup di Asia, kera besar lainnya yaitu gorilla, simpanse dan bonodo ditemukan di wilayah Afrika (Suhud dan Saleh, 2007). Total populasinya 90% berada di wilayah Indonesia, yaitu hanya dapat ditemukan di Borneo (Kalimantan) dan di bagian utara Sumatera. Padahal menurut catatan fosil para ahli, Orangutan hingga akhir Pleistone dapat ditemukan di sebagian besar hutan dataran rendah di Asia Tenggara, dari kaki perbukitan Wuliang Shan di Yunan, Cina Selatan, sampai ke selatan Pulau Jawa, dengan luas sebaran total yakni 1,5 juta km² (Rijksen dan Meijard, 1999). Menurut Atmoko (2007), Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) dan Orangutan Sumatera (Pongo abelii) terpisah secara geografis paling sedikit sejak 10.000 tahun yang lalu, saat tejadi kenaikan permukaan air laut antar kedua pulau itu.

Orangutan Borneo lebih banyak ditemukan di hutan dataran rendah (di bawah 500 m diatas permukaan laut) dibandingkan di dataran tinggi. Hutan dan lahan gambut merupakan pusat dari daerah jelajah orangutan, karena lebih banyak menghasilkan tanaman berbuah besar dibandingkan dengan hutan Dipterocarpaceae yang kering dan banyak mempunyai pohon-pohon tinggi berkayu besar, seperti keruing. Orangutan borneo sangat rentan dengan gangguan-gangguan di habitatnya, meskipun P.p. morio menunjukkan toleransi yang relatif tak terduga mengenai degradasi habitat di bagian utara Pulau Borneo.

Ancaman
Semua sub-spesies orangutan Borneo adalah spesies langka dan sepenuhnya dilindungi oleh perundang-undangan Indonesia. Spesies ini diklasifikasikan oleh CITES ke dalam kategori Appendix I (species yang dilarang untuk diperdagangkan secara komersial karena sangat rentan terhadap kepunahan). Beberapa ancaman utama yang dihadapi oleh orangutan Borneo adalah kehilangan habitat, pembalakan liar, kebakaran hutan, perburuan dan perdagangan orangutan untuk menjadi satwa peliharaan. Dalam satu dekade terakhir, di tiap tahunnya, paling tidak terdapat 1,2 juta ha kawasan hutan di Indonesia telah digunakan sebagai kawasan penebangan berskala besar, pembalakan liar, serta konversi hutan untuk pertanian, perkebunan, pertambangan, dan pemukiman. Kebakaran hutan yang disebabkan oleh fenomena iklim seperti badai El Nino dan musim kering yang berkepanjangan juga mengakibatkan berkurangnya populasi orangutan. Selama 20 tahun terakhir, habitat orangutan Borneo berkurang paling tidak sekitar 55 %.

Editor: Iin Indriawati
Photo: Entang Iskandar

Referensi :
VIS VITALIS, Vol. 02 No. 1, Maret 2009
http://www.wwf.or.id/program/spesies/orangutan_kalimantan/