Peni, Orangutan Sebatangkara Dilepas di Hutan

VIVAnews – Peni, seekor orangutan sebatangkara berusia 8 tahun dilepaskan ke hutan lindung Gunung Tarak, Kecamatan Nanga Tayap, Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat. Dia dilepaskan oleh sekelompok warga Kampung Pangkalan Jihing, Desa Pangkalan Teluk, Kecamatan Nanga Tayap, Kabupaten Ketapang.

Seorang warga Pangkalan Jiling, Mitro, terlihat terseok dan kesulitan membawa Peni. Minggu pagi, 5 Oktober 2014 dia dan warga lainnya tergopoh membawa Peni menuju tengah hutan Gunung Tarak.

“Medannya berat untuk membawa satu orangutan ini. Berat orangutan ini mungkin puluhan kilogram. Kalau beratnya kandangnya 49 kilogram,” kata Mitro kepada VIVAnews, di kawasan hutan lindung gunung Tarak.

Ia mengaku, sudah 4 tahun jadi tukang pikul untuk mengantarkan orangutan ke tengah hutan untuk dikembalikan ke habitatnya. “Sudah 4 tahun ikut evakuasi membawa orangutan ini ke dalam hutan dilepasliarkan,” ujar dia.

Medannya berat. Tanjakan tinggi. Butuh 8 orang untuk membawa orangutan. Medan akan semakin sulit jika turun hujan, sebab jalan akan berubah menjadi sangat licin. Saya diupah Rp170 ribu untuk membawa kandang orangutan beserta orangutan ini,” ujar dia.

Direktur Eksekutif Yayasan International Animal Rescue (IAR) Indonesia, Karmele Liano Sanchez, menyatakan, pelepasan satu individu orangutan di hutan lindung gunung Tarak itu usianya sudah 8 tahun.

“Orangutan ini diberi nama Peni. Usia Peni 4 tahun saat dia masuk tahun 2010 direhabilitasi di IAR,” ujar Karmele.

Peni adalah seekor orangutan sebatangkara, setelah induknya dibunuh warga pada tahun 2010 lalu. Nama Peni diambil karena dia ditemukan di daerah Peniraman, Kabupaten Pontianak.

Kisah Tragis Peni

Karmele, menceritakan Peni memiliki kisah yang cukup tragis. Pada tahun 2010, Peni dan induknya tiba-tiba masuk ke pemukiman warga.

“Warga di sana panik. Mereka menangkap induk dan anak itu. Ada banyak warga rama-rami menangkap Peni dan induknya. Karena induknya dewasa, orangutan ini dimasukan ke kolam, ditenggelamkan ke dalam air,” kata dia.

Setelah ditenggelamkan, induk orangutan itu lemas dan kemudian mati. Sementara Peni mengalami trauma berat. Kemudian, tim IAR membawanya ke panti rehabilitasi.

“Orangutan ini mirip manusia. Bagaimana Peni meliat induknya dibunuh. Peni depresi. Dia gak mau makan,” ujar dia.

Sejak kejadian tragis itu, perilaku liar Peni semakin berkurang. “Tapi, kita berharap bisa kembali ke hutan liar dilepasliarkan,” ujar wanita kelahiran Bilbao, Spanyol itu.

Menurut Karmele, orangutan itu masuk ke pemukiman karena adanya kebun kelapa sawit yang mulai merambah kawasan hutan lindung.

“Banyak sekali perambah hutan. Bisa dibuktikan sendiri liat kondisi sebenarnya. Permasalahan ini sangat komplek, karena ada uang dan bisnis.” ujar dia.

Karmele berharap, orangutan lainnya yang ada dipusat rehabilitasi IAR bisa kembali ke alam liar. Sebab orangutan tak bisa lama-lama di tempat rehabilitasi. Sebab sifat liarnya akan semakin berkurang.

Karmele menambahkan, saat ini ada ada puluhan Orangutan dipusat rehabilitasi Yayasan IAR di Kabupaten Ketapang. “Jumlahnya 70 orangutan. Nanti semuanya akan dilepas,” ujar dia.

Menurut tim Survey Orangutan Yayasan IAR, Busran, setelah dilepas ke alam liar, Peni akan diawasi selama 6 bulan. Pengawasan itu akan dilakukan setiap hari. Mulai pukul 04.00 hingga pukul 17.30.

Sebelum dilepaskan ke alam liar, Peni harus melalui proses seleksi. Orangutan yang dilepaskan adalah mereka yang sudah bisa mandiri.

Sumber: VIVA News