Menjenguk Yatim Piatu Orangutan di Palangkaraya
Menjenguk Yatim Piatu Orangutan di Palangkaraya
JARUM jam menunjukkan pukul 8 pagi, sekitar belasan petugas bersiap di dermaga sungai. Mereka sibuk menyiapkan menu sarapan pagi. Makanan yang mereka sajikan bukan untuk manusia, tapi bagi primata asuhan mereka, yaitu orangutan.
Keranjang-keranjang berisi bengkuang, timun dan jagung dinaikkan ke perahu. Setiap hari petugas menyuplai 300 hingga 400 kg makanan bagi orangutan yang ditempatkan di Pulau Kaja dan Pulau Bengamat, di Desa Sei Gohong, Palangkaraya, Kalimantan Tengah.
Tiga perahu kelotok meluncur menyusuri Sungai Rungan dan membelah hutan menuju Pulau Kaja dan Bengamat. Dua pulau yang dikelilingi sungai ini dipilih sebagai tempat pra pelepasliaran bagi orangutan peserta program rehabilitasi, sebelum mereka benar-benar dilepasliarkan ke hutan habitat aslinya.
Para petugas ini berasal dari Yayasan Borneo Orangutan Survival (BOS) Nyaru Menteng yang menjalankan program rehabilitasi dan introduksi orangutan.
“Di Pulau Kaja ada sekitar 49 individu dan di Pulau Bengamat sekitar 139 individu orangutan,” jelas Monterado Friedman, koordinator komunikasi Yayasan BOS Nyaru Menteng.
Sekitar 20 menit perahu tiba di Pulau Kaja. Petugas turun dan meletakkan keranjang buah di sebuah panggung kayu tempat orangutan makan.
“Buah-buah yuuk…,” teriak pertugas berulangkali.
Kalimat itu untuk memanggil orangutan sebagai petanda makanan sudah datang. Dan benar saja, satu per satu orangutan datang menghampiri dan mereka langsung menyantap makanan yang tersaji.
“Saya lihat mereka seperti sedang berkumpul di warung menikmati makanan, gerak-geriknya sama seperti kita. Kita tidak boleh terlalu dekat dan tidak boleh turun dari perahu,” kata Dayu Hatmanti, host Explore Indonesia yang tayang di Kompas TV, saat mengikuti kegiatan petugas memberi makan orangutan.
Orangutan yang masuk program rehabilitasi adalah orangutan yang terusir dari habitatnya dan kehilangan induknya, akibat kegiatan pembangunan manusia. Hutan banyak dibabat dan dialihfungsikan sebagai perkebunan kelapa sawit. Orangutan yang kehilangan rumah kemudian masuk ke ladang penduduk dan dianggap hama sehingga dibinasakan.
Sebagian orangutan diburu dan diperjualbelikan untuk dijadikan sebagai hewan piaraan. Padahal memelihara orangutan sangat berisiko, sebab orangutan dan manusia punya kesamaan DNA hingga 97 persen, sehingga mudah saling menularkan penyakit.
Bayi-bayi orangutan yang kehilangan induknya dan bisa diselamatkan kemudian dimasukkan ke pusat rehabilitasi. Karena hidup tanpa orangtuanya, banyak anak-anak orangutan yatim piatu kehilangan insting alaminya.
Mereka harus belajar memanjat pohon, bergelantungan, dan mencari makan sendiri. Di sekolah orangutan ini mereka diajarkan untuk kembali menjadi hewan liar seutuhnya.
Indonesia seharusnya bangga karena orangutan hanya ada di Kalimantan dan Sumatera. Tapi sayang populasi orangutan kini darurat dan nyaris punah. Di Kalimantan tinggal 54 ribu individu dan di Sumatera tersisa 6.500 individu orangutan.
“Menyelamatkan orangutan berarti kita juga menyelamatkan hutannya. Sedangkan kita tahu hutan adalah paru-paru dunia, dan orangutan ini sebagai umbrella species. Jadi ketika menyelamatkan orangutan berarti spesies lain juga terselamatkan,” kata Denny Kurniawan, program manajer Yayasan BOS Nyaru Menteng.
Bagaimana kelanjutan orangutan di Kalimantan? Saksikan kisah selengkapnya di Program Explore Indonesia episode Palangkaraya di Kompas TV, Rabu (5/11/2014) pukul 20.00 WIB. (Anjas Prawioko)
Sumber: Kompas.com