Melioidosis: Penyakit Tropis Terabaikan pada Manusia dan Satwa Primata

Melioidosis: Penyakit Tropis Terabaikan pada Manusia dan Satwa Primata

 

Sebuah diskusi internal antara Pusat Studi Satwa Primata LPPM-IPB, Program Studi Primatologi Sekolah Pascasarjana IPB, dan Borneo Orangutan Survival Foundation diadakan pada tanggal 11 November 2020 dengan mengangkat topik penyakit melioidosis. Diskusi ini dilakukan sebagai upaya peningkatan kapasitas dan penguatan kerjasama antara ketiga institusi. Melioidosis adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Burkholderia pseudomallei, patogen dengan endemisitas tinggi di wilayah tropis dan penyebaran yang juga meliputi wilayah subtropis. Bakteri penyebab melioidosis terdapat di tanah dan air di wilayah endemik, dan dapat menginfeksi manusia maupun hewan dengan tingkat kematian kasus yang cukup tinggi.

PSSP LPPM-IPB, PS PRM SPs IPB, dan BOSF telah menjalin hubungan kerjasama yang cukup erat selama ini terkait penelitian dan diagnostik melioidosis. PSSP LPPM-IPB sendiri, melalui prakarsa oleh Dr Drh Diah Iskandriati, telah memulai penelitian terkait melioidosis di monyet ekor panjang dan beruk pada tahun 2015 melalui kerjasama penelitian dengan University of Florida. Penelitian terkait melioidosis terus dilakukan oleh para peneliti IPB, dan melalui kerjasama penelitian dengan BOSF, telah dihasilkan pula satu artikel di jurnal internasional bereputasi terkait melioidosis pada orangutan Kalimantan.

Diskusi internal antara ketiga institusi kali ini berfokus pada beberapa aspek dari melioidosis: gambaran klinis dan patologi, studi kasus, diseminasi hasil penelitian PS PRM SPs IPB, teknik diagnostik laboratorium yang dilakukan di PSSP LPPM-IPB, diagnosis dan pengobatan melioidosis di BOSF, serta upaya pencegahan dan penanggulangan melioidosis di fasilitas satwa primata, khususnya fasilitas rehabilitasi dan reintroduksi orangutan. Diskusi diawali dengan presentasi dari empat orang pembicara dari ketiga institusi dan dilanjutkan dengan sesi tanya jawab dan sharing dari peserta diskusi yang meliputi peneliti, staf pengajar, dan tim medis dari ketiga institusi.

Dalam presentasinya, Dr Drh Vincentius Arca Testamenti, lulusan program studi Primatologi SPs IPB menjelaskan karakteristik bakteri B. pseudomallei, patogenesis melioidosis, serta studi kasus pada hewan. Drh Arca menekankan bahwa melioidosis adalah penyakit yang cukup sulit ditangani akibat beberapa alasan berikut: (a) tidak adanya gambaran klinis yang spesifik, (b) bakteri penyebabnya sering tidak didapatkan dari spesimen hewan positif melioidosis akibat sensitivitas kultur yang tergolong rendah, serta (c) tidak adanya panduan pengobatan khusus pada hewan.

Dr Maryati Surya, SSi, MSi, peneliti dari Laboratorium Mikrobiologi dan Imunologi PSSP LPPM-IPB menjelaskan tahapan diagnostik yang dilakukan di laboratorium, beserta tantangan yang dihadapi terkait upaya penegakan diagnosis melioidosis. Beberapa hal yang menjadi kendala menurut Dr. Maryati antara lain proses kultur yang bisa memakan waktu hingga 14 hari, beberapa asai diagnostik serologi yang tidak tersedia di Indonesia, serta rendahnya sensitivitas kultur B. pseudomallei, terutama bila spesimen berasal dari lokasi non-steril.

Drh Agus Fachroni, dokter hewan dalam tim medis Program Rehabilitasi dan Reintroduksi di Nyaru Menteng (Program BOSF) memaparkan kejadian melioidosis yang ditangani oleh tim di Nyaru Menteng pada tahun 2016-2020. Melalui pembahasan terkait temuan klinis dan patologis dari melioidosis, Drh Agus menjelaskan upaya yang telah dilakukan oleh tim medis BOSF Nyaru Menteng dalam menegakkan diagnosis, yang meliputi pengawasan kondisi kesehatan yang ketat, pemberian terapi, dan pengujian berbagai spesimen asal orangutan ke laboratorium mikrobiologi.

Dalam presentasinya, Drh Agnes Pratamiutami Sriningsih, dokter hewan dalam tim medis Program Rehabilitasi dan Reintroduksi di Samboja Lestari (Program BOSF) membagikan pengalaman menangani melioidosis pada beberapa ekor orangutan di program BOSF tersebut. Selain memaparkan temuan klinis dan patologis melioidosis pada orangutan, drh Agnes juga membagikan kisah pengobatan intensif selama beberapa bulan yang dilakukan pada orangutan yang terinfeksi melioidosis. Pengobatan dengan antibiotik secara intensif dan panjang memang sangat dibutuhkan dalam menanggulangi melioidosis, dan upaya keras selama beeberapa bulan dari tim medis berbuah hasil yang baik sehingga orangutan yang terdampak bisa kembali pulih.

Diskusi yang interaktif berfokus pada tindakan pencegahan penanggulangan melioidosis, potensi kerjasama penelitian dan diagnostik, serta rencana kegiatan peningkatan kapasitas. Kegiatan diskusi yang berlangsung secara internal ini mendapatkan respon yang sangat baik dari ketiga institusi. Informasi yang dibincangkan dalam diskusi ini dirasakan perlu untuk didiseminasikan pula ke berbagai pihak, meliputi lembaga konservasi, pemangku kebijakan, institusi penelitian, institusi pendidikan, dan stakeholder lain yang memiliki kepentingan tentang kesehatan hewan dan kesehatan manusia.

Sebuah diskusi internal antara Pusat Studi Satwa Primata LPPM-IPB, Program Studi Primatologi Sekolah Pascasarjana IPB, dan Borneo Orangutan Survival Foundation diadakan pada tanggal 11 November 2020 dengan mengangkat topik penyakit melioidosis. Diskusi ini dilakukan sebagai upaya peningkatan kapasitas dan penguatan kerjasama antara ketiga institusi. Melioidosis adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Burkholderia pseudomallei, patogen dengan endemisitas tinggi di wilayah tropis dan penyebaran yang juga meliputi wilayah subtropis. Bakteri penyebab melioidosis terdapat di tanah dan air di wilayah endemik, dan dapat menginfeksi manusia maupun hewan dengan tingkat kematian kasus yang cukup tinggi.

Diskusi internal antara ketiga institusi berfokus pada beberapa aspek dari melioidosis: gambaran klinis dan patologi, studi kasus, diseminasi hasil penelitian PS PRM SPs IPB, teknik diagnostik laboratorium yang dilakukan di PSSP LPPM-IPB, diagnosis dan pengobatan melioidosis di BOSF, serta upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit. Diskusi diawali dengan presentasi dari empat orang pembicara dari ketiga institusi dan dilanjutkan dengan sesi tanya jawab dan sharing dari peserta diskusi yang meliputi peneliti, staf pengajar, dan tim medis dari ketiga institusi. Dr Drh Vincentius Arca Testamenti mengangkat topik infeksi dan paparan melioidosis pada satwa primata; Dr Maryati Surya, SSi, MSi mengangkat topik tentang teknik identifikasi dan kultur B. pseudomallei; Drh Agus Fachroni dan Drh Agnes Pratamiutami Sriningsih membagikan studi kasus, pengalaman diagnosis dan pengobatan melioidosis di wilayah program BOSF di Nyaru Menteng dan Samboja Lestari.